Senin, 08 September 2008

Kunjungi.....!!!! www.romilibrayanto.iceglow.com









Apa???

Bukan sesuatu yang istimewa
Apalagi sesuatu yang luar biasa
Tidak untuk membuat decak kagum
Tidak pula untuk pamer di depan umum

Mengapa???

Ingin berlari secepat cahaya
Tapi tak mampu banyak bicara
Obat penawar racun tak mesti harum
Begitu pula sarana bertukar argumen hukum

Bagaimana???

Pencipta lagu pernah berkata
Mari bernyanyi riang gembir
Bahu-membahu membentuk forum
Saling menolong membangun kaum

www.romilibrayanto.iceglow.com


Baca Selengkapnya.....

Kelemahan KUHAP dalam praktek


Sebagai sebuah karya Agung, ternyata KUHAP tidak mengatur tentang perlidungan pelapor, saksi dan korban. Sehingga sering kali sebuah kasus jadi mandek atau terkatung-katung. Dan penyidik/JPU sangat kesulitan, akibat pelapor, saksi, korban takut untuk memberikan keterangan. Sebab jika memberikan keterangan maka keselamatan jiwa diri pribadi maupun keluarga terancam oleh tersangka/terdakwa. RUU KUHAP harus mengatur secara jelas dan rinci soal perlindungan pelapor, saksi dan korban, walupun telah ada UU perlindungan saksi dan korban. Apalagi sekarang telah dibentuk Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban/LPSK)

Pada proses pemeriksaan di pengadilan, ternyata tidak dikembangkan pemeriksaannya, hanya terpaku pada berkas BAP. Misalnya hakim/jaksa yang memeriksa saksi/terdakwa dengan metode bertanya seperti ini:


Hakim/JPU : ”Apakah saksi/terdakwa pernah diperiksa oleh polisi?”

Saksi/terdakwa : ”Betul”


Hakim/JPU : ”Apakah betul ini tandatangan/jempol saksi/terdakwa?”

(hakim/JPU biasanya memanggil saksi/terdakwa untuk diperlihatkan BAP serta bagian yang ditandatangani/jempol)

Saksi/terdakwa: ”betul”


Hakim/JPU :”Apakah betul semua keterangan dalam BAP ini?”

Saksi/terdakwa : ”Betul”


Ada perkara yang disidang hanya tiga kali saja. Sidang pertama, pembacaan dakwaan, dilanjutkan dengan pembuktian. Sidang kedua, tuntutan. Dan sidang ketiga, putusan. Cara-cara seperti ini sering dipakai atas diri terdakwa yang tidak didampingi oleh penasihat hukum

Pada proses pembuktian, satu hal yang sangat populer saat ini adalah peran saksi ahli kian menonjol. Faktanya banyak perkara yang diputus dengan menjadikan keterangan ahli sebagai dasar pembenaran. Padahal banyak ahli yang memberikan keterangan sangat diragukan objektifitasnya ataukah memberikan keterangan by order. Sehingga bukannya berfungsi sebagai saksi ahli tapi hanya ahli dalam bersaksi. RUU KUHAP harus mengatur batasan yang jelas tentang ahli, dan ahli yang diajukan oleh JPU maupun terdakwa harus dicarikan ahli pembanding oleh Majels Hakim.


Kelemahan KUHAP yang lainnya adalah soal putusan. Banyak putusan yang menjatuhkan pidana, tapi dalam diktum putusannya tidak mencantumkan secara tegas adanya perintah untuk segera menahan terdakwa. Sehingga JPU tidak bisa melakukan eksekusi langsung atas putusan yang seperti ini. Dan terdakwa sekali pun dinyatakan terbukti bersalah, dia bebas untuk tidak ditahan ataukah melarikan diri. RUU KUHAP, harus mengatur bahwa pada setiap putusan harus mencantumkan perintah untuk ditahan, jika dinyatakan terbukti bersalah, walaupun ada banding atau kasasi.

Terhadap putusan, JPU kadang kesulitan. Sebab ternyata putusan yang dibacakan oleh majelis hakim, banyak yang masih berupa konsep atau tulisan tangan. Sehingga untuk melakukan eksekusi, JPU harus menunggu petikan putusan selesai. Kesempatan seperti ini biasanya digunakan oleh terdakwa untuk melarikan diri. RUU KUHAP, harus lebih mempertegas rumusan yang tercantum dalam Pasal 200 KUHAP sekarang.


Permasalahan lain adalah soal banding dan kasasi. Berkas permohonan banding/kasasi tidak dikirimkan ke PT/MA. Demikian juga terhadap putusan banding/kasasi. Dalam hal ini pengadilan/JPU tidak menyampaikan kepada yang berkepentingan. RUU KUHAP harus mengatur tentang akses para pihak untuk mengetahui sejauh mana proses banding/kasasi yang dimohonkan, sehingga tidaka ada lagi permainan kongkalikong.


Persoalan peninjaun kembali (PK). Berdasarkan Pasal 263 KUHAP, maka yang dapat mengajukan PK adalah terpidana atau ahli warisnya. Dalam praktek, jaksa juga dapat melakukan PK. RUU KUHAP harus dengan tegas mengatur soal PK yang dilakukan oleh jaksa. Misalnya hanya untuk putusan bebas atau lepas dari segala tuntutan dengan mempunyai batas waktu pengajuan ataukah dengan tegas melarang jaksa untuk PK dengan alasan bahwa jaksa telah diberi kesempatan yang seluas-luasnya untuk melakukan pembuktian.

Untuk pengawasan pelaksanaan putusan, dalam praktek banyak terpidana yang ternyata tidak menjalani hukumannya, walaupun dalam register napi di LP dia tetap tercatat RUU KUHAP, harus mengatur secara tegas pelaksanaan dan pengawasan pelaksanaan putusan, dan jika memungkinkan membentuk lembaga khusus untuk hal ini.


Terakhir masalah koneksitas. Dalam praktek aturan dalam KUHAP sering diabaikan, karena adanya unsur superior peradilan militer. Seolah-olah jika pelaku tindak pidana adalah anggota militer, maka semuanya harus diadili di peradilan militer. Padahal kerugian yang ditimbulkan tidak ada sangkut pautnya dengan kepentingan militer. Misalnya kasus pembunuhan bos Asaba oleh menantunya dengan menyewa anggota marinir. Tindak pidana ini jelas korbannya adalah sipil, intelektual dadernya pun sipil. Tapi anggota marinir tidak diadili di peradilan umum. RUU KUHAP, untuk mempertimbangkan keberadan aturan koneksitas kalau perlu dihapuskan saja, dengan mengingat prinsip semua orang bersamaan kedudukannya di muka hukum. Sehingga segala perbuatan pidana harusnya diadili diperadilan yang sama tanpa ada perbedaan karena hanya persoalan pekerjaan.


Tentang penulis:

Amir Ilyas SH, dosen FH Universitas Hasanuddin Makassar, peserta Program Magister Ilmu Hukum Universitas Airlangga. Kontak person: 081 241 41047 Email: amir_uh_unhas@yahoo.com

Baca Selengkapnya.....

Pemilu 2009........Apakah perlu?


Tidak terlalu penting apakah presiden Indonesia tahun 2009 adalah militer atau bukan. Yang lebih penting adalah kemampuan dia memberikan perubahan-perubahan yang significant pada bangsa. Dia harus mampu membawa bangsa Indonesia ke arah yang lebih baik. Itu idealnya.

Masalahnya adalah apakah suprastruktur dan infrastruktur politik kita mendukung bagi terpilihnya orang yang ideal itu? Sepertinya untuk kondisi saat ini belum siap atau dengan sengaja tidak disiapkan.

Masih terlalu banyak hambatan dan tantangan bagi terbentuknya sebuah tatanan yang ideal. Pertama, keputusan-keputusan politik yang dihasilkan oleh DPR masih kentara dengan permainan kepentingan bagi-bagi kekuasaan. Hal itu tercermin pada undang-undang pemilu yang baru selesai itu. Kedua, secara umum tingkat rasionalitas politik kita masih jauh dari ideal. Rakyat kebanyakan memilih tidak melihat rekam jejak (track record) seseorang.

Rakyat umumnya terjebak pada permainan citra dan politik uang. Ketiga, orang-orang yang terbaik yang pantas untuk menduduki jabatan tertentu biasanya tidak diberi kesempatan atau memang jarang ada yang mau. Misalnya, Nurcholish Madjid ketika besedia ikut dalam konvensi Partai Gokar belum apa-apa sudah dimintai bukan hanya visi tapi yang lebih penting adalah "gizi". Makanya dia mengundurkan diri.
Karena itu memperbaiki bangsa Indonesia ini memang harus butuh kesabaran dan waktu yang relatif panjang. Hal ini karena mentalitas yang sudah terbangun bagi sebagian kalangan politisi kita adalah mentalitas korup. Kalau begitu bagaimana mengakhiri semua ini mengingat ekspektasi rakyat yang sangat besar terhadap perubahan? Apakah perlu sebuah revolusi?

Revolusi memang perlu. Tetapi revolusi bukan dalam artian melakukan tindakan perebutan kekuasaan yang berdarah-darah. Revolusi harus lebih mengarah pada revolusi sistem dan revolusi budaya. Dan kita sudah memilih sistem demokrasi sebagai sebuah pilihan karena diyakini demokrasi sampai saat ini merupakan sistem yang terbaik dari segala sistem yang ada. Namun demokrasi pun pada prakteknya kembali mengecewakan sebagian orang. Maka memperbaiki praktek demokrasi ini harus pula menjadi agenda besar. Programnya adalah bagaimana mendemokrasikan demokrasi (Antony Gidden).

Namun terhadap sistem budaya sepertinya masih dalam pencarian secara terus menerus. Dulu ada polemik kebudayaan antara sutan takdir Alisyahbana dengan Kihajar Dewantoro. Menurut STA Indonesia harus menerima konsep-konsep budaya dari Barat. Sementara Ki hajar Dewantara berprinsip kebudayaan Indonesia harus lahir dari bangsa Indonesia sendiri.

Terhadap hal ini pokok masalahnya berkaitan dengan masalah perkembangan dan kemajuan. Ke-Indonesiaan kita masih terus berproses. Tetapi satu hal yang tidak bisa di tolak adalah modernisme. Tampaknya titik temu semua kepentingan manusia dalam abad ini adalah penerimaan nilai-nilai modernisme tadi. Modernisme adalah cara berfikir baru, dinamis, progseif dan selalu aktual.

Jadi tampaknya menyelesaikan masalah Indonesia tidak cukup dengan mengganti presiden walaupun yang terpilih justru sangat bagus. Problem Indonesia adalah sangat mendasar yang melibatkan banyak sekali faktor.

Namun demikian, bila nanti terpilih presiden yang benevolent strong man (istilah dari Nurcholish Madjid) harus menjadi kesyukuran kita. Artinya dengan hal itu mudah-mudahan dia bisa memimpin Indonesia untuk mencapai cita-cita seluruh masyarakat yang ingin adil makmur yang diridhoi Tuhan Maha Esa.

Baca Selengkapnya.....

Tuhanku...........................


Posting ini adalah tanggapan saya pada sebuah topik diskusi di situs facebook. Topiknya sendiri bertema konsep tentang Tuhan. Inilah tanggapan saya dengan sedikit pengembangan dan perbaikan.

Jika kita ingin menggambarkan Tuhan secara rasional , jelas dan gamblang melalui rasio ataupun perasaan kita pasti kita akan mengalami kegagalan. Kita akan terjebak pada Tuhan yang bersifat antroposentrisme. Namun sejalan dengan keingintahuan manusia pertanyaan tentang seperti apa Tuhan itu telah menyibukkan manusia sepanjang sejarahnya.

Dalam buku Sejarah Tuhan karangan Karen Amstrong terlihat bahwa konsep Tentang Tuhan itu selalu berevolusi mengikuti situasi dan kondisi pada waktu kapan manusia hidup.

Karenanya Karen Amstrong juga mempertanyakan apakah konsep kita tentang Tuhan saat ini masih relevan? Seperti yang dikatakan sebelumnya bahwa pembicaraan tentang Tuhan saat ini sering sekali terjebak pada antroprosentris. Tuhan yang digambarkan adalah Tuhan yang personal yakni penggambaran bahwa Tuhan itu seperti manusia yang memiliki kepribadian.

Budi munawar Rahman mendifinisikan Tuhan personal adalah penggambaran bahwa Tuhan itu seperti manusia, dalam artian memiliki pribadi. Jadi Tuhan bukan prinsip. Menurut perspektif ini, Tuhan bukan suatu yang berada di balik alam dan meliputi semuanya. Biasanya, lawan Tuhan personal adalah Tuhan yang a-personal atau impersonal.

Dalam sejarah, Tuhan yang impersonal ini banyak dibicarakan oleh para sufi. Tuhan para mistikus. Dan Armstrong mengatakan, bahwa masa depan Tuhan adalan persepsi kita tentang Tuhan. Tidak ada masa depan untuk Tuhan yang personal ini. Dia menggambarkan panjang lebar pada bab terakhir bukunya, mengenai prediksi masa depan Tuhan. Menurut dia, sejauh Tuhan masih digambarkan terlalu rasional —sebagaimana dalam teologi selama ini— selama itu pula kepercayaan kita mengenai Tuhan akan mengalami krisis dan selalu dipertanyakan kembali (Budi Munawar Rahman wawancara dengan Ulil Abshar Abdala,islamlib.com).

Padahal sejatinya Tuhan itu adalah impersonal sebagaimana banyak difahami oleh para sufi. Oleh karena itu gambaran Tuhan yang rasional pasti akan mengalami kebuntuan dan mungkin saja berujung pada atheism.

Nah, yang paling mungkin adalah menggunakan metafor ataupun analogi. Tetapi itu pun tak cukup karena dalam analogi ataupun metafor tersebut, Tuhan yang kita bicarakan itu bukanlah Tuhan yang sebenarnya, tapi Tuhan dalam konsep kita. Sedangkan konsep tentang Tuhan sangat banyak dan punya klaim kebenaran masing-masing.

Walaupun demikian, saya setuju kalau untuk memahami Tuhan dengan rasio. Karena dari awal saya sudah menganjurkan untuk memakai analogi ataupun metafor agar kita mudah mengerti .

Agama sendiri mengajarkan agar kita mempergunakan akal-akal kita. Alquran dalam banyak ayat memberikan pertanyaan retorik seperti, apakah kalian tidak berfikir, apakah kalian tidak berakal dan seterusnya.

Tetapi menggambarkan Tuhan dengan rasio yang sangat personal sungguh tidak memuaskan bagi saya. Bagaimanapun Tuhan adalah kebenaran mutlak dan selain Tuhan adalah kebenaran nisbi belaka. Rasio adalah sebuah makhluk juga karenanya bersifat nisbi yang tidak mungkin mencapai derajat kebenaran mutlak itu.

Maka pada tataran kebenaran nisbi itulah berlakunya ilmu. Sebuah ilmu yang terdiri atas berbagai teori itu sesungguhnya adalah hanya bentuk sederhana dari realitas.

Oleh sebab itu sebuah teori selalu bisa dibantah seperti gambarkan Hegel dengan tesis, anti tesis dan sintetis. Begitu pun oleh Thomas Kuhn dalam konsep lahirnya sebuah paradigma.

Dengan mengerti demikian maka memahami Tuhan harus dengan skema memahami makhluknya terlebih dahulu barulah kita bisa faham yang dinamakan Tuhan. Mustahil kita bisa memahami atau merasakan kehadiran Tuhan tanpa kita memahami makhluk ciptaannya. Kebenaran nisbi harus terus menerus didekatkan pada kebenaran mutlak.

Baca Selengkapnya.....

Minggu, 07 September 2008

Penegak Hukum Bukan Sekadar Corong Hukum


Kalau kita melihat lembaga-lembaga pengadilan di Inggris, kita akan menemukan motto yang berbunyi “berikan aku hakim yang baik, meski di tanganku ada hukum yang buruk”. Motto ini untuk mengingatkan setiap hakim yang akan memimpin sidang atau menangani perkara supaya tidak dikalahkan oleh hukum yang di dalamnya terdapat kekurangan, ada pasal-pasal yang kabur, atau norma-norma yang berkategori lemah dan mengundang banyak penafsiran.

Dari motto tersebut, hakim diingatkan bahwa kata kunci pelaksanaan sistem peradilan pidana (criminal justice system) lebih dominan berada di dalam kekuasaannya, bukan ditelakkan pada produk hukumnya. Produk yuridisnya boleh saja kurang, kabur, dan bahkan cacat, tetapi mentalitas hakim dilarang cacat, tidak boleh lebih buruk dibandingkan kondisi produk hukumnya.

Motto yang berhasil dijadikan kekuatan moral (moral force) oleh para hakim tersebut berdampak luar biasa. Pelaksanaan sistem peradilan pidana, terutama dalam penanganan kasus-kasus besar, misalnya tindak pidana korupsi, dapat berjalan dengan baik. Vonis yang dijatuhkan oleh hakim bukan mencerminkan keinginan terdakwanya, tetapi benar-benar mencerminkan keinginan kuat dalam menegakkan keadilan.

Motto tersebut disosialisasikan di mana-mana, karena pemerintah Inggris menyadari bahwa setiap produk hukum sangatlah sulit memenuhi kesempurnaan maksimal. Bukan tidak mungkin usai diberlakukan, produk ini ternyata menyimpan kekurangan fundamental, yang hanya bisa diatasi oleh hakim-hakim yang punya keberanian memosisikan diri bukan sebagai mulut undang-undang (la bauche de laloi), tetapi sosok yang dibebani kewajiban berkreasi atau melahirkan norma-norma untuk menutup kevakuman.

Aparat penegak hukum yang tidak menempatkan diri sebagai “mulut undang-undang” atau corong hukum semata itulah yang dibutuhkan untuk menangani (memeriksa) kasus korupsi di Inggris. Dengan mentalitas demikian ini, pencari keadilan dilindungi dan dijembatani hak-haknya.

Belajar dari model peradilan di Inggris tersebut, aparat penegak hukum di negeri ini harus menunjukkan kecerdasan mentalitasnya saat berhadapan dengan tersangka atau terdakwa kasus korupsi. Kecerdasan mentalitas menempati hirarkhi tertinggi dibandingkan law in books.

Koruptor atau koalisi komunitas elite yang diduga melakukan penyimpangan kekuasaan merupakan golongan manusia yang punya keberanian besar, yang tidak sebatas keberanian “menjarah” uang negara (rakyat), tetapi juga sangat pintar membaca bahwa umumnya aparat penegak hukum di negeri ini terkerangkeng dalam ranah utama sebagai corong hukum.

Kecerdasan koruptor di negeri ini tergolong spesial, mengingat sudah berbagai upaya dilakukan untuk melawan atau menjaring koruptor, tetapi yang terjaring masihlah yang klas tikus, bukan yang kelas gurita. Ini lebih disebabkan kecerdasan atau kelihaian koruptor yang melebihi kemampuan dan keberanian aparat penegak hukum.

Berkali-kali produk yuridis yang bertemakan politik penanggulangan korupsi dibikin dan sudah terbilang memenuhi standar kelayakan, namun produk layak ini belum mampu menunjukkan taringnya ketika berhadapan dengan penjahat beridentitas “krah putih” ini. Kekuatan penjahat “krah putih” ini mampu membuat aparat penegak hukum mengidap lesu darah, impoten, atau susut nyalinya.

Alih-alih ke tingkatan melompati pagar bukan sebatas”mulut hukum”, untuk konsisten mengikuti norma hukum saja, aparat penegak hukum kita belum berani menerapkannya secara maksimal. Sebut, misalnya, berbagai bentuk penyalahgunaan dana bencana alam di saat negeri di timpa banyak bencana ini. Dalam hal ini seharusnya aparat penegak hukum bisa menerapkan ancaman maksimal (sebagaimana diatur dalam UU No. 31 Tahun 1999 yang diamandemen dengan UU No. 20 Tahun 2001) kepada terdakwanya atau penyalahgunaan uang rakyat di saat darurat ini dengan hukuman mati. Nyatanya, hingga sekarang, rasanya belum ada aparat yang berani “berjihad” secara yuridis ini.

Kalau menjadi corong hukum saja belum bisa ditegakkan konsisten, maka tampaknya berat sekali mengharapkan aparat penegak hukum “berhijrah” secara intelektualitas yuridis dengan cara mengembangkan model penafsiran atau interpretasi hukum, yang selain bertujuan untuk menjaring dan mempertanggungjawabkan koruptor, juga menunjukkan bahwa dalam dirinya ada tekad (mentalitas) hingga pasang badan untuk melawan koruptor.

Mentalitas aparat penegak hukum kita memang masih menjadi virus utama yang membuat politik penanggulangan korupsi rentan diserang, dikooptasi, dijinakkan, dan bahkan diimpotensi oleh berbagai kekuatan yang berkoalisi dan berkolaborasi dengan koruptor. Kekuatan yang antipemberantasan korupsi seperti diberikan kran lebar untuk bermain-main atau memainkan aparat penegak hukum.

Kekuatan antipemberantasan korupsi sebenarnya tidak akan merajalela, jika saja aparat penegak hukum mampu memaksimalkan perannya, bukan sebatas sebagai corong hukum, tetapi juga kreator yang mengisi kevakuman norma hukum dan mengembangkannya menjadi senjata ampuh bernama norma hukum yang progresif atau norma yang berbasis kepentingan bangsa dan masyarakat ke depan.

Virus yang menjangkiti mentalitas aparat penegak hukum tersebut harus direformasi oleh aparat itu sendiri, kecuali mereka ini memang bernafsu menjadi teman keabadian dari komunitas elite “penjahat krah putih”. Sebab, mereka sudah punya komisi-komisi pengawasan, seperti Komisi Pengawas Kejaksaan, Komisi Pengawas Kepolisian, dan lain sebagainya, yang bisa melakukan langkah-langkah konkret terhadap anggota korps yang bermain mata dengan kalangan pelaku kejahatan korupsi. Dalam kejahatan korupsi, banyak hal yang bisa dikuak lebih dalam oleh aparat pemberantasnya yang bermental kreatif.

Baca Selengkapnya.....

Pelayanan Publik di Kecamatan

Pemerintah Kecamatan menjadi ujung tombak pelayanan publik di daerah. Terdapat cukup banyak jenis pelayanan yang dibutuhkan masyarakat dan harus diurus atau diselesaikan di tingkat kecamatan. Urusan KTP misalnya, walaupun di beberapa daerah sudah dipusatkan di kabupaten, di banyak daerah lain di seluruh Indonesia masih harus ditangani oleh pemerintah kecamatan. Juga pengurusan berbagai perijinan. Selain…Selain melayani berbagai urusan pelayanan administratif kependudukan dan perijinan, pemerintah kecamatan juga mengemban tugas melaksanakan pelayanan dasar sektoral, mulai dari urusan ketertiban dan kemanan, pendidikan, kesehatan, pengentasan kemiskinan, pemberdayaan masyarakat, dan upaya-upaya konkrit mensejahterakan masyarakat.

Dengan beban berat seperti itu, nyatanya pemerintah kecamatan tidak mendapat dukungan yang memadai, baik dari sisi kewenangan, keuangan, SDM, maupun sarana dan prasarana. Tidak heran bahwa sampai saat ini masih banyak warga masyarakat yang mengeluhkan rendahnya mutu pelayanan yang dilakukan pemerintah kecamatan.

Baca Selengkapnya.....

Sabtu, 06 September 2008


Jakarta - Sedih dan kecewa. Begitu perasaan Fadel Muhammad setelah mengetahui namanya dicoret dari deretan calon legislatif (caleg) Partai Golkar. Dia menilai DPP Partai Golkar tidak demokratis.

Namun pria ganteng yang juga Gubernur Gorontalo itu tidak sakit hati kepada Golkar. Fadel mengaku akan tetap loyal kepada partai yang dipimpin Jusuf Kalla itu.

Kepada detikcom, pria yang banyak mendapat penghargaan atas prestasinya sebagai Gubernur itu menegaskan tidak akan menuntut. Berikut wawancara dengan Fadel pada (20/8/2008):

Nama Anda tidak tercantum dalam daftar caleg Partai Golkar. Bagaimana Anda menyikapi ini?


Ya nama saya dicoret. Saya sedih sekali karena ini prosesnya sudah lama. Kemudian saya sudah fungsionaris Golkar juga sudah lama. Saya juga sudah minta izin kepada rakyat Gorontalo dan juga DPRD, mereka tidak keberatan kalau saya mencalonkan diri.

Kenapa Anda ingin maju?

Saya sudah lama di Gorontalo, mereka ingin saya berkiprah di nasional. Mereka bilang saya ini naga yang berkiprah di laut dangkal, jadi mereka mendukung saya untuk maju di nasional.

Saya selama ini mendapat banyak penghargaan terkait pemerintahan saya. Mereka bilang banyak program saya yang bisa diterapkan di nasional. Dan juga biar Gorontalo ada kebanggaan.

Menurut Anda, bagaimana dengan kebijakan Golkar yang mencoret nama Anda?

DPP Golkar tidak demokratis dan aspiratif. Tidak mendengarkan suara dari daerah. Tidak mendengarkan suara akar rumput. Tapi saya tegaskan, saya tetap loyal kepada Golkar. Itu partai yang membesarkan saya. Meski saya kecewa kepada beberapa oknum di DPP.

Kenapa Partai Golkar selalu kalah di daerah, karena memang kecenderungan Golkar sekarang beda. Kurang mendengarkan aspirasi di daerah.

Apakah akan menuntut?

Enggak, saya kira enggak. Banyak yang menyarankan saya untuk menuntut, tapi saya pikir-pikir, buat apa? Lebih baik saya legowo, saya terima meski saya sedih sekali.

Bagaimana reaksi masyarakat Gorontalo?

Mereka juga kecewa, semalam ramai sekali. Warga turun ke jalan sampai jam setengah tiga pagi.

Baca Selengkapnya.....

Jumat, 05 September 2008

Akbar Tandjung pun Bicara Soal Fadel


Mantan Ketua Umum DPP Partai Golkar Akbar Tandjung menyatakan, situasi di internal DPP Partai Golkar sudah tidak solid lagi. Akbar Tandjung dalam perbincangan khusus dengan Persda Network melalui telepon, Jumat (22/8), menyayangkan pernyataan Ketua Umum DPP Partai Golkar Jusuf Kalla yang dianggapnya tidak patut dengan mempersilakan Gubernur Gorontalo Fadel Muhammad pindah ke partai lain bila berniat menjadi calon anggota legislatif.

"Menurut saya, itu pernyataan yang tidak patut. Alangkah baiknya, Fadel Muhammad dipanggil dan dibicarakan secara baik-baik. Kenapa kemudian harus mengatakan untuk mempersilakan Fadel untuk pindah partai. Ini kan makin menunjukan internal Golkar sudah tidak solid lagi. Fadel itu kan kader terbaik," tegas Akbar Tandjung.

Pernyataan Akbat Tandjung ini menanggapi pernyataan Wapres Jusuf Kalla yang juga Ketua Umum DPP Partai Golkar yang mempersilakan Fadel Muhammad pindah ke partai lain bila berniat menjadi calon anggota legislatif.

Akbar kemudian mengomentari pernyataan Fadel Muhammad yang mengaku dekat dengan dirinya. "Kalau kemudian juga Fadel Muhammad mengatakan gagal menjadi calon anggota legislatif karena dekat dengan saya, memangnya kenapa? Memangnya ada apa? Semua di DPP Golkar sebagian juga dekat dengan saya. Yang saya lihat ada yang tidak menginginkan Fadel maju karena dianggap sebagai pesaing," tandas Akbar.

Sebelumnya kepada para wartawan, Gubernur Gorontalo kembali menyampaikan kekecewaannya terkait namanya yang dicoret sebagai calon anggota legislatif Partai Golkar. Fadel secara berterus terang menyatakan kekecewaannya terhadap Ketua Umum DPP Partai Golkar Jusuf Kalla yang meminta dirinya keluar dari Golkar. Fadel kemudian menduga, namanya dicoret karena dianggap sebagai 'orangnya' Akbar Tandjung.

"Sama sekali pernyataan itu tidaklah tepat sama sekali. Seharusnya kita bisa mengoreksi dan tidak benar seorang pemimpin kemudian dinilai anak buahnya bermasalah kemudian mengeluarkan pernyataan seperti itu. Meski saya menyatakan akan tetap loyal, tapi saya memang kecewa dengan oknum-oknum di DPP.

Akbar kemudian menanggapi lagi. Segala persyaratan bagi Fadel Muhammad untuk menjadi calon anggota legislatif sudah dipenuhi. Akbar bahkan mengaku sudah ditemui oleh Fadel Muhammad dan menyarankan untuk meminta pendapat masyarakat Gorontalo dan akhirnya bisa dilakukan oleh Fadel.

"Ini kan sudah menjelang Pemilu. Partai (Golkar) membutuhkan suatu soliditas organisasi, konsolidasi partai kita butuhkan. Seharunya, DPP mengambil langkah-langkah yang seharusnya memperkuat organisasi. Dan jangan sampai mengambil langkah-langkah yang mengarah kepada organisasi tidak semakin solid seperti yang dilakukan terhadap Fadel Muhammad. Ini kan mengganggu soliditas organiasasi." kecam Akbar.

"Jauh lebih baik, ketua umum (Jusuf Kalla) bersama para pengurus Golkar lain memanggil Fadel kemudian menjelaskan mengapa tidak dicalonkan, itu kan jauh lebih baik. Saya juga dengar Pak Jusuf Kalla mengatakan begini, kalau Fadel merasa tidak puas, mau keluar partai silakan. Itu kan pernyataan yang tidak patut. Makin menegaskan sudah tidak ada soliditas partai lagi," urainya.

Baca Selengkapnya.....

Fadel Mohammad: Pernyataan JK Tidak Tepat


Politisi Golkar yang juga Gubernur Gorontalo Fadel Mohammad merespons dengan santai pernyataan Ketua Umum DPP Partai Golkar Jusuf Kalla yang mempersilakan Fadel keluar dari Golkar jika ingin pindah partai.

Pernyataan itu disampaikan JK beberapa hari lalu saat diminta konfirmasi mengenai pencoretan nama Fadel dari Daftar Caleg Sementara Golkar yang diajukan ke KPU, 19 Agustus lalu.

Bagi Fadel, pernyataan itu tak tepat dilontarkan seorang pemimpin. "Saya kira tidak tepat (pernyataan JK). Saya belum pernah dengar ada seorang pemimpin ketika anak buahnya dinilai bermasalah mengeluarkan pernyataan seperti itu. Kita seharusnya mengoreksi. Tidak perlu kita mengusir orang tersebut dengan bahasa-bahasa yang kasar. Tidak tepat dilakukan oleh seorang pemimpin. Saya juga heran," kata Ketua DPD Golkar Gorontalo ini seusai mengikuti pidato Presiden di Gedung DPR, Jumat (22/8).

Hingga saat ini, ia akan tetap tunduk pada perintah pimpinan partai. Fadel pun menegaskan akan tetap berada di Golkar. "Saya tenang saja, santai. Saya juga pernah sedih, pernah gembira. Saya tidak akan lompat pagar. Saya akan bersabar di dalam pagar," ujarnya.

Sikap dari oknum pengurus DPP Partai Golkar, menurut Fadel, menjadi salah satu faktor mengapa Golkar kalah di sejumlah pilkada. DPP Golkar, kata dia, tak memberikan apresiasi terhadap DPD yang telah berperan dalam memenangkan pilkada di daerahnya.

"Saya sudah memberikan kontribusi terbesar di antara seluruh kader Golkar untuk memenangi pilkada di Gorontalo, harusnya diapresiasi oleh pimpinan pusat. Saya jadi mengerti, kenapa Golkar selalu kalah di mana-mana. Karena sikap-sikap DPP Golkar yang seperti ini sehingga membuat kader-kader Golkar jadi kecewa, keluar, lompat pagar. Meskipun saya punya sikap akan tetap loyal, tapi saya kecewa dengan oknum-oknum di Golkar," ujar Fadel.

Baca Selengkapnya.....

Fadel Mohammad Korban Konspirasi Politik di Golkar


Fadel Mohammad sependapat bahwa ada konspirasi politik di Partai Golkar untuk mencoret namanya dari daftar calon legislatif (caleg). Pendapat itu juga dikemukakan mantan Ketua Umum Partai Golkar Akbar Tandjung.

Pak Akbar mengatakan di media massa bahwa ada konspirasi politik sehingga nama saya tidak diizinkan. Mungkin ada benarnya pendapat beliau (Akbar) karena dia tahu hal-hal itu dan kita tidak tahu. Makanya, untuk melihat kebenarannya, selama dua hari di Jakarta saya akan melihat siapa nama-nama yang dicoret dengan berbagai alasan yang mereka buat," ujar Gubernur Gorontalo itu seusai mengikuti pidato kenegaraan Presiden RI di DPD, Jakarta, Jumat (22/8).

Namun begitu, Fadel menyatakan akan tetap bertahan dan berjuang untuk kemenangan Golkar pada Pemilu 2009 di Provinsi Gorontalo. Dia membantah telah "main mata" dengan sejumlah partai politik, tetapi mengaku ada partai yang telah melamarnya. Saat peluncuran bukunya di Bentara Budaya Jakarta beberapa waktu lalu, Sekjen PDI-P Pramono Anung secara terbuka menyatakan Fadel adalah salah satu calon yang dibidik untuk mendampingi Megawati.

Saat ditanya, apakah ia memang ada niat ikut bersaing dengan Ketua Umum Partai Golkar Jusuf Kalla pada Pemilu 2009, Fadel membantahnya."Tidak demikianlah. Baru mau jadi caleg saja sudah dicoret, apalagi mau ke sana (Cawapres)," katanya sambil tertawa.

Baca Selengkapnya.....

Senin, 01 September 2008

POPULARITAS Fadel Muhammad hampir sama dengan SBY

Fadel Muhammad sangat populer. Popularitas Fadel tidak saja dimata rakyatnya, tetapi mungkin ia merupakan gubernur yang paling populer di Indonesia. Ia populer bukan karena memiliki “fisik selebritis”, ganteng, muda. Jauh sebelum jadi Gubernur Gorontalo, berhasil membesarkan PT. Bukaka perusahaan keluarga Kalla yang membidangi pengadaan alat-alat berat seperti garbarata (terowongan menuju pintu pesawat) yang dipasang di Bandara Cengkareng Jakarta dan Juanda Surabaya. Berbekal pengalaman sebagai pengusaha, kemudian setelah terpilih jadi Gubernur Gorontalo ia memperaktekkan manajemen kewirausahaan kedalam lingkungan pemerintahannya. Jika daerah lain masih mempelajari bukunya David Osborne dan Ted Gebler tentang Reinventing Government yang bermuara pada penerapan entrepreneurship government, Fadel sejak awal sudah menarapkannya.

Langkah pertama yang dilakukan oleh Fadel dalam semangat membangun entrepreneurship government, melakukan efisiensi. Dana-dana yang merupakan “hak” gubernur dikembalikan, dihimpun kemudian dialokasikan sebagai tunjangan kinerja daerah (TKD) bagi pegawai provinsi, besarannya berdasarkan eselon. Selain itu, sebagai seorang pengusaha yang berpengalaman. Dalam pandangannya, mengelola pemerintahan layaknya mengelola sebuah korporasi (perusahaan). Sebuah korporasi harus dikelola dengan memiliki core bisnis, sama halnya mengelola pemerintahan daerah. Untuk memajukan daerah maka ia harus memiliki keunggulan-keunggulan komparatif, maka itu sejak awal Fadel mengidentifikasi basis ekonomi masyarakat Gorontalo, dimana sektor pertanian (jagung) dan sektor perikanan dan kelautan dijadikan sebagai sektor basis. Dulunya jagung di Gorontalo boleh dikata tidak ada harganya, setelah Fadel memoles dan menjadikan sebagai sektor unggulan, produksi jagung Gorontalo meningkat dari 70.000 ton tahun 2001 menjadi 430.000 ton 2005.
Meningkatnya harga jagung di Gorontalo karena didukung oleh kebijakan, termasuk pemerintah provinsi men-drive komoditi jagung ke pasaran internasional. Artinya, komiditi jagung dikembangkan di Gorontalo dengan jaminan harga dari pemerintahnya. Kini Fadel tidak lagi mengklaim sebatas Gorontalo sebagai provinsi jagung, akan tetapi sudah merambah keseluruh provinsi di Sulawesi. Kampanye tentang Sulawesi pulau jagung kerap disuarakan setiap momen, demikian halnya sektor perikanan dan kelautan, dengan berbagai macam program yang ditelorkan. Program etalase perikanan di Indonesia yang berpusat di Teluk Tomini tidak dapat dipungkiri merupakan gagasan dari Fadel, meskipun belakangan “ribut-ribut” di Sulawesi Tengah karena secara geografi Teluk Tomini “milik” Sulteng. Fadel mempunyai impian Teluk Tomini menjadi badan otorita, untuk sementara impian itu masih tertunda. Sembari mengembangkan sektor perikanan dan kelautan melalui program taksi mina bahari (TMB), dengan memberikan kapal-kapal kepada kelompok nelayan. Dan satu lagi program disektor kelautan yang sementara dikembangkan, yakni gerakan menanam rumput laut (gemarlaut).

Dari dua komoditi yang dikembangkan tersebut, petani jagung dan nelayan dari segi pendapatan mengalami peningkatan. Oleh sebab itu Fadel yang berpasangan dengan Gusnar Ismail dalam Pilgub, amat populer. Jikapun Fadel-Gusnar mengalami resistensi di Gorontalo hanya terjadi ditingkat elit, hal itu ditunjukkan pada saat kampanye beberapa PNS dan tokoh-tokoh adat dari Kabupaten Gorontalo mendemo Fadel, karena disinggung bupatinya “munafik”. Hal yang sama di Kabupaten Boalemo, bupati terpilih tidak segaris politik dengannya, dan paling anyar berkembang di Bone Bolango, Bupati Ismet Mile ditengarai terang-terangan mendukung pasangan Thamrin-Khaly dengan melakukan “intimidasi” terhadap aparat pemerintahan sampai tingkat desa/dusun untuk mendukung pasangan tersebut. Sekaligus melakukan money politic (Radar Sulteng 28/11/2006). Demikian pun beberapa kelompok-kelompok masyarakat ditingkat elite mencoba melakukan “perlawanan” dengan dibungkus “kritisisme”. Tapi pada intinya, kelompok ini hanya karena kecewa terhadap “sikap” Fadel dan Gusnar yang enggan memberikan harapan-harapan jangka pendek.

Hasil Pilgub tanggal 27 November 2006 kemarin menunjukkan Fadel Muhammad, Ketua DPD Golkar Provinsi Gorontalo yang berpasangan dengan Gusnar Ismail berlatar belakang birokrat, tokoh KAHMI Gorontalo mampu menunjukkan dirinya, bahwa ia memang disukai oleh rakyat Gorontalo. Boleh saja Fadel-Gusnar tidak diterima ditingkat elit, tapi masyarakat menunjukan sikap yang berbeda, mereka tetap memilih Fadel-Gusnar dengan kemenangan yang telak, perolehan suara mencapai sekitar 82 %, Pilkada dengan perolehan suara tertinggi di Indonesia. Mungkin ini yang disebut suara rakyat suara Tuhan (vox populie vox dei).

Baca Selengkapnya.....

Comments